akhlisrizza

Tuesday, April 20, 2010

Arema, Aremania dan Kebersamaan-nya

Lebih dua dasawarsa lalu, lahirlah klub sepakbola yang berdiri tegak di atas tonggak yang kuat: tonggak penyangga itu ialah kebersamaan, dan bukan kekuatan financial. Arema- demikian klub itu dinamai, dalam sejarahnya mengarungi derasnya kompetisi di Indonesia telah kenyang dihantam badai krisis. Semua badai diselesaikan dengan kekuatan kebersamaan.

Ketika Arema juara Galatama, bis yang mengangkut pemain bukanlah bis kelas lux, tetapi kekuatan moral kebersamaan menguatkan tim untuk jadi juara. Demikian juga ketika terpuruk menjadi anggota divisi satu, Arema justru bangkit menjadi juara divisi satu disusul dengan meraih Copa 2 kali berturut-turut. Menurut ayas, kuncinya kebersamaan.

Agak sulit buat ayas menggambarkan kebersamaan dalam tim Arema, karena ayas hanya penonton dan bukan pemain. Maka sebaiknya ayas tulis saja kebersamaan di lingkaran Aremania. Karena kebersamaan pada diri Aremania merupakan bagian yang sangat lekat dengan tim Arema itu sendiri.

Seingat saya, ketika tim Arema terpaksa terjun ke divisi satu, animo aremania untuk mendukung klub Arema tak jua surut. Apa sebab? Menurut saya, para Aremania memiliki satu keyakinan bersama: keyakinan bahwa Tim Arema dapat bangkit dan cepat kembali ke pentas bola paling bergengsi di tanah air. Dan terbukti keyakinan itu tidak meleset.

Kini, kondisinya bebalik. Arema Indonesia diambang juara. Semangat kebersamaan juga diuji dalam perjalanan menuju ambang juara. Masih teringat ketika kondisi tim goyang setelah mengalahkan Sriwijaya FC. ”Tekanan” aremania yang secara bersama-sama menuntut penyelesaian kasus itu telah mempercepat pemulihan kondisi tim.

Entah sampai kapan kebersamaan itu ada, semoga kebersamaan itu akan selamanya. Kata orang bule ; Together forever. Mengapa? Ya itu tadi, tonggak yang menyangga tim Arema ialah kebersamaan. Kalau kita baca wawancara dengan para pemain Arema-terutama pemain asing, mereka rata-rata cinta dengan Arema salah satunya karena suporternya yang dahsyat.

Nah, mari kita jaga kebersamaan itu, kita wariskan kebersamaan Aremania ke anak cucu. Kebersamaan Aremania semakin tampak jelas jika kita teriakkan slogannya: SALAM SATU JIWA, AREMA INDONESIA.


Akhlis Rizza,
arema joyogrand
akhlisrizza@yahoo.com

Monday, April 19, 2010

Kearifan Masyarakat

Dalam sebuah postingnya di facebook, budayawan Yocki Suryoprayogo (beliau sepertinya mengomentari tragedy kerusuhan di dekat makam mbah priok Jakarta) menuliskan :

yang dimaksud dng perilaku Kearifan Lokal adalah perilaku masyarakat tertentu yang memiliki kebiasaan turun menurun warisan para leluhurnya , menghormati situs2 ritual dan mengkultuskan obyek2 tertentu ...

Kearifan masyarakat, bagaimanapun bentuknya memang harus menjadi hal yang sangat wajib untuk dijaga. Saya merasakan, beberapa kali menginap di Kapal-Mengwi, Bali, kearifan masyarakat membuat saya menjadi tenang. Betapa tidak, mobil kijang Krista tahun 2001 diparkir berhari-hari di depan rumah (di luar pagar) tanpa dikunci tidak pernah ada yang menjamah. Kalau cara parkir seperti ini dilakukan di perumahan tempat saya tinggal di Jawa mungkin mobilnya sudah hilang. Kata orang, masyarakat Bali di daerah tersebut sangat menjaga nilai-nilai tradisi sehingga mengambil barang yang bukan miliknya merupakan pantangan berat.

Kearifan masyarakat juga membantu kita berintrospeksi. Ramadhan 2009 masehi yang lalu saya sempat sholat tarawih di pinggiran kota Pacitan, tepatnya di dusun craken wetan. Masyarakat di desa itu masih terasa tradisional. Meskipun sudah ada jalan beraspal, perjalanan melewati jalan utama desa masih cukup banyak dilakukan dengan sepeda pancal. Ketika sholat tarawih dimulai, jalanan sangat sepi. Saya kebetulan lupa men-silent hp saya. Lebih kebetulan lagi pas selesai sholat isya ada sms masuk. Hp saya memberi tanda kalau ada sms masuk, tandanya hanya berbunyi satu kali dan pendek saja : TING!! Meskipun suaranya tidak keras (karena saya terbiasa dengan volume tingkat 2), seluruh jamaah masjid yang sedang khuysuk dalam keheningan doa jadi dengar suara dari hp saya. Seorang jamaah yang sudah tua menegur saya : Mas, hp nya dimatikan! Saya tahu, saya ceroboh hingga mengganggu seluruh jamaah masjid. Saya tidak bermaksud pamer hp, ini hanya kecerobohan. Mungkin di kota Malang lupa men-silent hp bisa tidak jadi masalah, tetapi di desa yang masyarakatnya menjaga keheningan suasana sebagai syarat kekhusukan sholat, hasilnya jadi berbeda.
Akhirnya, mengomentari posting mas Yocki : masyarakat kita asalnya sudah maju- lihat saja Borobudur sebagai buktinya. Maka, kearifan masyarakat janganlah diganggu karena harganya sangat mahal.

Akhlisrizza 15 April 2010

Thursday, May 28, 2009

Tuhan yang Disaksikan Bukan Tuhan yang Didefinisikan

Tuhan yang Disaksikan Bukan Tuhan yang Didefinisikan


oleh Jalaluddin Rakhmat
KetuaYayasan Muthahari, Bandung


ALKISAH, seorang Arab Badawi bermaksud menjual
sekarung gandum ke pasar. Berulangkali ia mencoba
meletakkan karung itu di atas punggung unta; dan
berulangkah ia gagal. Ketika ia hampir putus asa,
terkilas pada pikirannya pemecahan yang sederhana. Ia
mengambil satu karung lagi dan mengisinya dengan
pasir. Ia merasa lega, ketika kedua karung itu
bergantung dengan seimbang pada kendaraannya. Segera
ia berangkat ke pasar.

Di tengah jalan, ia bertemu dengan seorang asing yang
berpakaian compang-camping dan berkaki telanjang. Ia
diajak oleh orang asing itu untuk berhenti sejenak,
beristirahat, dan berbincang-bincang. Sebentar saja,
orang Badawi itu menyadari bahwa yang mengajaknya
berbincang itu orang yang banyak pengetahuan. Ia
sangat terkesan karenanya. Tiba-tiba, orang asing itu
menyaksikan dua buah karung bergantung pada punggung
unta.

"Bapak, katakan apa yang bapak angkut itu; kelihatan
sangat berat", tanya orang asing itu. "Salah satu
karung itu berisi gandum yang akan saya jual ke pasar.
Satu lagi karung berisi pasir untuk menyeimbangkan
keduanya pada punggung unta", jawab orang Badawi.
Sambil tertawa, orang pintar itu memberi nasehat,
"Mengapa tidak ambil setengah dari karung yang satu
dan memindahkannya ke karung yang lain. Dengan begitu,
unta menanggung beban yang ringan dan ia dapat
berjalan lebih cepat."

Orang Badawi takjub. Ia tidak pernah berpikir secerdik
itu. Tetapi sejenak kemudian, ketakjubannya berubah
menjadi kebingungan. Ia berkata, "Anda memang pintar.
Tapi dengan segala kepintaran ini mengapa Anda
bergelandangan seperti ini, tidak punya pekerjaan dan
bahkan tidak punya sepatu. Mestinya kepandaian Anda
yang dapat mengubah tembaga menjadi emas akan
memberikan kekayaan kepada Anda."

Orang asing itu menarik nafas panjang, "Jangankan
sepatu, hari ini pun saya tidak punya uang sepeser pun
untuk makan malam saya. Setiap hari, saya berjalan
dengan kaki telanjang untuk mengemis sekerat atau dua
kerat roti."

"Lalu apa yang Anda peroleh dengan seluruh kepandaian
dan kecerdikan Anda itu."

"Dari semua pelajaran dan pemikiran, aku hanya
memperoleh sakit kepala dan khayalan hampa.
Percayalah, semuanya itu hanya bencana bagiku, bukan
keberuntungan."

Orang Badawi itu berdiri, melepaskan tali unta, dan
bersiap-siap untuk pergi. Kepada filsuf yang kelaparan
di pinggir jalan, ia memberi nasehat, "Hai, orang yang
tersesat. Menjauhlah dariku, karena aku kuatir
kemalanganmu akan menular kepadaku. Bawalah semua
kepandaianmu itu sejauh-jauhnya dariku. Sekiranya
dengan ilmumu itu kamu ambil suatu jalan, aku akan
mengambil jalan yang lain. Sekarung gandum dan
sekarung pasir boleh jadi berat; tetapi itu lebih baik
daripada kecerdikan yang sia-sia. Anda boleh jadi
pandai, tetapi kepandaian Anda itu hanya kutukan; saya
boleh jadi bodoh, tapi kebodohan saya mendatangkan
berkat, karena walaupun saya tidak cerdik, tetapi hati
saya dipenuhi rahmat-Nya dan jiwa saya berbakti
kepada-Nya."

Kisah Jalal al-Din Rumi, yang saya ceritakan kembali
dengan bahasa saya itu, merupakan kritik halus kepada
para filsuf yang berusaha mengetahui Tuhan dengan
akalnya. Moral cerita ini ditutup dengan kuplet-kuplet
berikut:

Jika kau ingin derita
benar-benar hilang dari hidupmu
Berjuanglah untuk melepaskan
'kebijakan' dari kepalamu
Kebijakan yang lahir dari tabiat insani
tak menarik kamu lebih dari khayalan
Karena kebijakan itu tidak diberkati
yang mengalir dari cahaya kemuliaan-Nya
Pengetahuan tentang dunia
hanya memberikan dugaan dan keraguan
Pengetahuan tentang Dia, kebijakan ruhani sejati
membuatmu naik keatas duniawi
Para ilmuwan masa kini telah menghempaskan
semua pengorbanan diri dan kerendahan hati
Mereka sembunyikan hati
dalam kecerdikan dan permainan bahasa
Raja sejati adalah dia
yang menguasai pikirannya
Bukan dia yang pikirannya
Menguasai dunia dan dirinya
Rumi menunjukkan bahwa dengan intelek kita tidak akan
memperoleh pengetahuan tentang Tuhan. Intelek
mempunyai kemampuan terbatas; dan karena itu, tidak
akan mampu mencerap Tuhan yang tidak terbatas.
Sekiranya intelek mencoba memahami Tuhan, ia akan
memberikan batasan kepada-Nya. Tuhan para pemikir
adalah Tuhan yang didefinisikan.

Rumi mewakili para sufi yang ingin mengetahui Tuhan
melalui pengabdian, bukan pemikiran; melalui cinta,
bukan kata; melalui taqwa bukan hawa. Mereka tidak
ingin mendefinisikan Tuhan; mereka ingin menyaksikan
Tuhan. Dengan menggunakan intelek, kita hanya akan
mencapai pengetahuan yang dipenuhi keraguan dan
kontroversi. Melalui mujahadah dan 'amal, kita dapat
menyaksikan Tuhan dengan penuh keyakinan.

Dalam Matsnawi, Daftar-e Sevon, Bait 1267, Rumi
menyingkatkan pengetahuan hasil pemikiran: Az nazar
keh guftesyan syud mukhtalef, an yeki dalesy laqb dad
in alef. Karena pemikiran ucapan mereka bertentangan,
kata yang satu dal kata yang satu alif. Seperti Kucing
Schroedinger dalam fisika, pengamat menciptakan
realitas. Tuhan menjadi hasil konstruksi manusia.
Tuhan dapat muncul dalam berbagai "bentuk" sesuai
dengan siapa yang memahami-Nya.

Seperti Rumi, Ibn 'Arabi menunjukkan kekeliruan
pengetahuan tentang Tuhan yang dilakukan oleh para
filsuf dan ahli ilmu kalam. Pemikiran tidak mungkin
mencapai pengetahuan yang sebenarnya tentang Tuhan;
malahan pemikiran seperti itu hanya menghasilkan
tipuan, khayalan, dan pertentangan. Ia menulis:

Pengetahuan ahli ilmu kalam dan filsuf berkenaan
dengan esensi Tuhan bukanlah cahaya. Tidak ada satu
madzhab pun yang tidak punya para pendukungnya. Mereka
sendiri tidak sepakat, tetapi mereka tetap juga
digambarkan sebagai kaum Mu'tazilah atau Asy'ariyah,
seperti itu juga pada filsuf dalam ajaran mereka
tentang Tuhan dan apa yang harus dipercayainya. Mereka
belum sepakat di antara mereka tetapi setiap kelompok
mempunyai status dan nama ... Kita melihat nabi dan
rasul yang terdahulu dan yang kemudian sejak Adam
sampai Muhammad, termasuk yang datang di antara mereka
'alayhim al-salam; mereka tidak pernah berikhtilaf
dalam akar keimanan mereka pada Tuhan ... Jadi,
berpegang-teguhlah kepada keimanan dan lakukanlah apa
yang diperintahkan Tuhan kepadamu dan ingat Tuhanmu
pada waktu pagi dan sore (Q., s. alA'raf/7:205) dengan
zikir yang ditetapkan syari'at kepadamu baik dengan
mengulangi la ilaha illaAllah (tahlil) atau tasbih dan
takutlah kepada Tuhan. Jika al-Haqq berkehendak untuk
memberikan kepadamu apa yang Dia mginkan berupa
pengetahuan tentang Dia, hadirkan akalmu dan hatimu
(lubb) apa yang Dia berikan dan anugerahkan kepadamu
berupa pengetahuan tentang Dia. Sesungguhnya inilah
pengetahuan yang bermanfaat dan cahaya yang dengan itu
hatimu hidup, dan berjalan bersamamu di dunia ini.
Dengannya kamu selamat dari kegelapan syubhat dan
keraguan yang terjadi pada pengetahuan yang dihasilkan
oleh pemikiran (afkar) ... Saya sudah membimbingmu,
saudara, bagaimana mencapai jalan pengetahuan yang
bermanfaat. Jadi, bila kamu sudah merintis jalan yang
lurus, ketahuilah bahwa Tuhan sudah membimbing
tanganmu, memeliharamu, dan telah mempersiapkan kamu
untuk diri-Nya.
Pada tempat lain, Ibn 'Arabi menulis:

Di antara berbagai kelompok, tidak ada seorang pun
yang lebih tinggi dari orang yang memperoleh
pengetahuan melalui taqwa. Taqwa terletak pada tingkat
pencapaian pengetahuan yang paling tinggi. Ia saja
yang memiliki keputusan yang pasti. Otoritasnya berada
di atas setiap keputusan yang ada dan di atas setiap
orang yang membuat keputusan. Ia adalah qadli yang
terbaik. Pengetahuan ini tidak dapat diperoleh pada
tingkat permulaan. Karena itu, hanya orang yang
berilmu di antara orang yang beriman yang dipilih
untuk memperolehnya: yakni, mereka yang tahu bahwa ada
Seseorang untuk kembali, dan menyaksikan-Nya dapat
diraih. Jika mereka jahil dari pengetahuan ini,
aspirasinya (himmah) akan sangat lemah sehingga
sekiranya al-Haqq menampakkan diri-Nya (tajalli)
kepada mereka, mereka akan menafikan-Nya dan
menolak-Nya, karena pandangan mereka dibatasi
(muqayyad) oleh sesuatu. Selama faktor pembatas itu
tidak ada pada waktu penampakan diri-Nya (tajalli),
mereka pasti akan menolak bahwa itu Tuhan, sekalipun
Tuhan berbicara kepada mereka secara langsung atau
mereka mendengar ucapan bahwa Dia itu Tuhan. Karena
tidak memperoleh ilham dan karena pemikiran rasional
mereka meyakinkan mereka bahwa tidak mungkin siapa pun
dapat melihat al-Haqq --seperti para filsuf dan kaum
Mu'tazilah-- bahkan sekiranya kita mengetahui-Nya,
mereka niscaya menolak-Nya dalam penampakan-Nya kepada
mereka. Diperlukan bagi orang beriman agar cahaya
imannya membawanya kepada apa yang telah membawa Musa
a.s. ketika ia bertanya: Ya Tuhanku, tampakkan diri-Mu
kepadaku agar aku dapat melihat-Mu (Q., s.
al-A'raf/7:143).
Apa yang dikritik Ibn 'Arabi dan para sufi lainnya
bukan intelek dalam pengertian akal, tetapi salah satu
di antara fakultas (quwwah) dibawah kekuasaan akal.
Kekuatan itu disebut daya pikir (quwwah mufakkirah).
Tidak mungkin kita mengulas epistemologi Ibn 'Arabi di
sini, baik karena keterbatasan waktu maupun karena
sudah adanya tulisan orang lain yang lebih lengkap.
Tetapi secara singkat bisa kita katakan, bahwa Ibn
'Arabi menyatakan bahwa pengetahuan tentang Tuhan
hanya dapat diperoleh bila intelek dihadapkan kepada
hati dan mengambil pelajaran dari hati.

Sekali intelek diyakinkan tentang perlunya mengambil
pelajaran dari hati, manusia memulai kelahiran baru
dalam perjalanan panjangnya. Ia akan beristirahat di
tempat tinggalnya, berhenti di daerah-daerah pedesaan,
merasakan situasi baru setiap saat, menunggu dengan
penuh gairah apa yang bakal datang, tetapi ia tidak
akan pernah sampai, karena pengetahuan tidak punya
akhir dan tidak ada batasnya.
Pengetahuan yang diperoleh melalui hati adalah
pengetahuan yang sejati. Pengetahuan ini tidak
didasarkan pada pendefinisian Tuhan, tetapi pada
penyaksian Tuhan. Dalam istilah al-Qur'an, pengetahuan
ini disebut pertemuan (liqa'). Bersama Ibn 'Arabi,
al-Ghazali, al-Nasafi, dan tokoh-tokoh sufi lain
sepanjang zaman kita diberi petunjuk bagaimana sampai
kepada Pertemuan Agung ini.

Sebelum saya mengakhiri makalah ini dengan petunjuk
Ibn'Arabi dalam Risalah al Anwar fi ma Yumnah
al-Khalkwah min al-Asrar, saya tergoda untuk mengutip
al-Syaykh Ahmad Rifa'i al-Husayni, tokoh sufi yang
hidup pada abad keenam Hijriyah:

Kebanyakan orang mengetahui Tuhan melalui berita
tentang Tawhid yang dibawa dari Nabi Muhammad s.a.w.
Mereka membenarkannya dengan hati, mengamalkannya
dengan tubuh, tetapi mengotori diri mereka dengan dosa
dan maksiat. Maka hiduplah mereka di dunia dalam
kebodohan dan kekurangan. Mereka berada dalam bahaya
besar kecuali yang disayangi oleh Yang Pengasih dari
segala yang mengasihi.
Lebih tinggi dari itu, ada sekelompok manusia yang
mengenal Tuhan dengan pembuktian. Mereka adalah ahli
pikir, nalar, dan akal. Mereka meyakini tawhid
berdasarkan dalil, ayat-ayat, dan tanda-tanda
ketuhanan. Mereka mengetahui yang gaib atas dasar yang
konkret. Mereka meyakini kebenaran dalil. Mereka
berada pada jalan yang benar, hanya saja, mereka
terhalang tirai dari Allah Ta'ala dengan perhatian
mereka kepada dalil-dalil mereka.

Ahli ma'rifat khusus mengetahuinya dengan keyakinan
yang paling utama. Mereka tenteram dalam pengetahuan
mereka. Tidak merisaukan mereka dalil. Tidak
memalingkan mereka sebab. Dalil mereka Rasulullah
s.a.w. Iman mereka al-Qur'an. Cahaya mereka menerangi
di hadapan mereka.

Barangsiapa yang mengenal Allah Ta'ala berdasarkan
berita maka ia seperti saudara-saudara Yusuf ketika
mengetahui rupanya tapi tidak menyadarinya, sehingga
mereka dipermalukan di hadapannya, ketika mereka
berkata: jika ia mencuri maka sesunggulmya saudaranya
telah mencuri pula sebelum itu (Q., s. Yusuf/12:77).

Barangsiapa yang mengenal Tuhan dengan dalil maka ia
seperti Ya'qub a.s. ketika tahu bahwa Yusuf masih
hidup, sehingga bertambah-tambah tangisan dan
penderitaannya, sehingga ditanggungnya berbagai bala
sampai putih matanya karena kesedihan, karena tahu
bahwa Yusuf masih hidup dan karena rindu untuk
berjumpa dengannya. Ia berkata: Pergilah selidiki
keadaan Yusuf, aku sudah mencium bau Yusuf. Karena
ucapannya itu, orang-orang yang tidak tahu berkata;
Demi Allah sesungguhnya engkau dalam kesesatanmu yang
terdahulu (Q.,s.Yusuf/12:59). Mereka berkata: Demi
Allah, senantiasa kamu mengingat Yusuf sehingga kamu
mengidap penyakit yang berat atau termasuk orang-arang
yang celaka (Q., s. Yusuf/12:85).

Perumpamaan orang yang mengenal Tuhan melalui Tuhan
adalah seperti Bunyamin yang diambil Yusuf untuk
dirinya. Yusuf berkata: "Saudaraku, apakah kamu ingin
menyaksikanku atau kembali kepada bapakmu?" Ia
berkata: "Aku ingin menyaksikanmu". Yusuf berkata:
"Jika kamu menginginkan aku, bersabarlah atas
ujianku". Ia berkata: "Aku siap, karena engkau akan
kupikul segala bencana asalkan aku tinggal bersamamu
dan tidak berpisah denganmu". Kemudian Yusuf
mengeluarkan gandum dari kantong Bunyamin dan menuduh
saudaranya mencuri. Seluruh penduduk kola mengecam dan
mengejek Bunyamin. Saudara-saudaranya
mempersalahkannya. Tetapi ia sendiri bergembira,
tertawa dalam kesendiriannya. Ia tidak takut pada
ejekan orang-orang yang mengejek. Inilah perumpamaan
ahli yaqin dalam pengetahuan mereka tentang Tuhan.

Tuhan yang Disaksikan Bukan Tuhan yang Didefinisikan


oleh Jalaluddin Rakhmat
KetuaYayasan Muthahari, Bandung


ALKISAH, seorang Arab Badawi bermaksud menjual
sekarung gandum ke pasar. Berulangkali ia mencoba
meletakkan karung itu di atas punggung unta; dan
berulangkah ia gagal. Ketika ia hampir putus asa,
terkilas pada pikirannya pemecahan yang sederhana. Ia
mengambil satu karung lagi dan mengisinya dengan
pasir. Ia merasa lega, ketika kedua karung itu
bergantung dengan seimbang pada kendaraannya. Segera
ia berangkat ke pasar.

Di tengah jalan, ia bertemu dengan seorang asing yang
berpakaian compang-camping dan berkaki telanjang. Ia
diajak oleh orang asing itu untuk berhenti sejenak,
beristirahat, dan berbincang-bincang. Sebentar saja,
orang Badawi itu menyadari bahwa yang mengajaknya
berbincang itu orang yang banyak pengetahuan. Ia
sangat terkesan karenanya. Tiba-tiba, orang asing itu
menyaksikan dua buah karung bergantung pada punggung
unta.

"Bapak, katakan apa yang bapak angkut itu; kelihatan
sangat berat", tanya orang asing itu. "Salah satu
karung itu berisi gandum yang akan saya jual ke pasar.
Satu lagi karung berisi pasir untuk menyeimbangkan
keduanya pada punggung unta", jawab orang Badawi.
Sambil tertawa, orang pintar itu memberi nasehat,
"Mengapa tidak ambil setengah dari karung yang satu
dan memindahkannya ke karung yang lain. Dengan begitu,
unta menanggung beban yang ringan dan ia dapat
berjalan lebih cepat."

Orang Badawi takjub. Ia tidak pernah berpikir secerdik
itu. Tetapi sejenak kemudian, ketakjubannya berubah
menjadi kebingungan. Ia berkata, "Anda memang pintar.
Tapi dengan segala kepintaran ini mengapa Anda
bergelandangan seperti ini, tidak punya pekerjaan dan
bahkan tidak punya sepatu. Mestinya kepandaian Anda
yang dapat mengubah tembaga menjadi emas akan
memberikan kekayaan kepada Anda."

Orang asing itu menarik nafas panjang, "Jangankan
sepatu, hari ini pun saya tidak punya uang sepeser pun
untuk makan malam saya. Setiap hari, saya berjalan
dengan kaki telanjang untuk mengemis sekerat atau dua
kerat roti."

"Lalu apa yang Anda peroleh dengan seluruh kepandaian
dan kecerdikan Anda itu."

"Dari semua pelajaran dan pemikiran, aku hanya
memperoleh sakit kepala dan khayalan hampa.
Percayalah, semuanya itu hanya bencana bagiku, bukan
keberuntungan."

Orang Badawi itu berdiri, melepaskan tali unta, dan
bersiap-siap untuk pergi. Kepada filsuf yang kelaparan
di pinggir jalan, ia memberi nasehat, "Hai, orang yang
tersesat. Menjauhlah dariku, karena aku kuatir
kemalanganmu akan menular kepadaku. Bawalah semua
kepandaianmu itu sejauh-jauhnya dariku. Sekiranya
dengan ilmumu itu kamu ambil suatu jalan, aku akan
mengambil jalan yang lain. Sekarung gandum dan
sekarung pasir boleh jadi berat; tetapi itu lebih baik
daripada kecerdikan yang sia-sia. Anda boleh jadi
pandai, tetapi kepandaian Anda itu hanya kutukan; saya
boleh jadi bodoh, tapi kebodohan saya mendatangkan
berkat, karena walaupun saya tidak cerdik, tetapi hati
saya dipenuhi rahmat-Nya dan jiwa saya berbakti
kepada-Nya."

Kisah Jalal al-Din Rumi, yang saya ceritakan kembali
dengan bahasa saya itu, merupakan kritik halus kepada
para filsuf yang berusaha mengetahui Tuhan dengan
akalnya. Moral cerita ini ditutup dengan kuplet-kuplet
berikut:

Jika kau ingin derita
benar-benar hilang dari hidupmu
Berjuanglah untuk melepaskan
'kebijakan' dari kepalamu
Kebijakan yang lahir dari tabiat insani
tak menarik kamu lebih dari khayalan
Karena kebijakan itu tidak diberkati
yang mengalir dari cahaya kemuliaan-Nya
Pengetahuan tentang dunia
hanya memberikan dugaan dan keraguan
Pengetahuan tentang Dia, kebijakan ruhani sejati
membuatmu naik keatas duniawi
Para ilmuwan masa kini telah menghempaskan
semua pengorbanan diri dan kerendahan hati
Mereka sembunyikan hati
dalam kecerdikan dan permainan bahasa
Raja sejati adalah dia
yang menguasai pikirannya
Bukan dia yang pikirannya
Menguasai dunia dan dirinya
Rumi menunjukkan bahwa dengan intelek kita tidak akan
memperoleh pengetahuan tentang Tuhan. Intelek
mempunyai kemampuan terbatas; dan karena itu, tidak
akan mampu mencerap Tuhan yang tidak terbatas.
Sekiranya intelek mencoba memahami Tuhan, ia akan
memberikan batasan kepada-Nya. Tuhan para pemikir
adalah Tuhan yang didefinisikan.

Rumi mewakili para sufi yang ingin mengetahui Tuhan
melalui pengabdian, bukan pemikiran; melalui cinta,
bukan kata; melalui taqwa bukan hawa. Mereka tidak
ingin mendefinisikan Tuhan; mereka ingin menyaksikan
Tuhan. Dengan menggunakan intelek, kita hanya akan
mencapai pengetahuan yang dipenuhi keraguan dan
kontroversi. Melalui mujahadah dan 'amal, kita dapat
menyaksikan Tuhan dengan penuh keyakinan.

Dalam Matsnawi, Daftar-e Sevon, Bait 1267, Rumi
menyingkatkan pengetahuan hasil pemikiran: Az nazar
keh guftesyan syud mukhtalef, an yeki dalesy laqb dad
in alef. Karena pemikiran ucapan mereka bertentangan,
kata yang satu dal kata yang satu alif. Seperti Kucing
Schroedinger dalam fisika, pengamat menciptakan
realitas. Tuhan menjadi hasil konstruksi manusia.
Tuhan dapat muncul dalam berbagai "bentuk" sesuai
dengan siapa yang memahami-Nya.

Seperti Rumi, Ibn 'Arabi menunjukkan kekeliruan
pengetahuan tentang Tuhan yang dilakukan oleh para
filsuf dan ahli ilmu kalam. Pemikiran tidak mungkin
mencapai pengetahuan yang sebenarnya tentang Tuhan;
malahan pemikiran seperti itu hanya menghasilkan
tipuan, khayalan, dan pertentangan. Ia menulis:

Pengetahuan ahli ilmu kalam dan filsuf berkenaan
dengan esensi Tuhan bukanlah cahaya. Tidak ada satu
madzhab pun yang tidak punya para pendukungnya. Mereka
sendiri tidak sepakat, tetapi mereka tetap juga
digambarkan sebagai kaum Mu'tazilah atau Asy'ariyah,
seperti itu juga pada filsuf dalam ajaran mereka
tentang Tuhan dan apa yang harus dipercayainya. Mereka
belum sepakat di antara mereka tetapi setiap kelompok
mempunyai status dan nama ... Kita melihat nabi dan
rasul yang terdahulu dan yang kemudian sejak Adam
sampai Muhammad, termasuk yang datang di antara mereka
'alayhim al-salam; mereka tidak pernah berikhtilaf
dalam akar keimanan mereka pada Tuhan ... Jadi,
berpegang-teguhlah kepada keimanan dan lakukanlah apa
yang diperintahkan Tuhan kepadamu dan ingat Tuhanmu
pada waktu pagi dan sore (Q., s. alA'raf/7:205) dengan
zikir yang ditetapkan syari'at kepadamu baik dengan
mengulangi la ilaha illaAllah (tahlil) atau tasbih dan
takutlah kepada Tuhan. Jika al-Haqq berkehendak untuk
memberikan kepadamu apa yang Dia mginkan berupa
pengetahuan tentang Dia, hadirkan akalmu dan hatimu
(lubb) apa yang Dia berikan dan anugerahkan kepadamu
berupa pengetahuan tentang Dia. Sesungguhnya inilah
pengetahuan yang bermanfaat dan cahaya yang dengan itu
hatimu hidup, dan berjalan bersamamu di dunia ini.
Dengannya kamu selamat dari kegelapan syubhat dan
keraguan yang terjadi pada pengetahuan yang dihasilkan
oleh pemikiran (afkar) ... Saya sudah membimbingmu,
saudara, bagaimana mencapai jalan pengetahuan yang
bermanfaat. Jadi, bila kamu sudah merintis jalan yang
lurus, ketahuilah bahwa Tuhan sudah membimbing
tanganmu, memeliharamu, dan telah mempersiapkan kamu
untuk diri-Nya.
Pada tempat lain, Ibn 'Arabi menulis:

Di antara berbagai kelompok, tidak ada seorang pun
yang lebih tinggi dari orang yang memperoleh
pengetahuan melalui taqwa. Taqwa terletak pada tingkat
pencapaian pengetahuan yang paling tinggi. Ia saja
yang memiliki keputusan yang pasti. Otoritasnya berada
di atas setiap keputusan yang ada dan di atas setiap
orang yang membuat keputusan. Ia adalah qadli yang
terbaik. Pengetahuan ini tidak dapat diperoleh pada
tingkat permulaan. Karena itu, hanya orang yang
berilmu di antara orang yang beriman yang dipilih
untuk memperolehnya: yakni, mereka yang tahu bahwa ada
Seseorang untuk kembali, dan menyaksikan-Nya dapat
diraih. Jika mereka jahil dari pengetahuan ini,
aspirasinya (himmah) akan sangat lemah sehingga
sekiranya al-Haqq menampakkan diri-Nya (tajalli)
kepada mereka, mereka akan menafikan-Nya dan
menolak-Nya, karena pandangan mereka dibatasi
(muqayyad) oleh sesuatu. Selama faktor pembatas itu
tidak ada pada waktu penampakan diri-Nya (tajalli),
mereka pasti akan menolak bahwa itu Tuhan, sekalipun
Tuhan berbicara kepada mereka secara langsung atau
mereka mendengar ucapan bahwa Dia itu Tuhan. Karena
tidak memperoleh ilham dan karena pemikiran rasional
mereka meyakinkan mereka bahwa tidak mungkin siapa pun
dapat melihat al-Haqq --seperti para filsuf dan kaum
Mu'tazilah-- bahkan sekiranya kita mengetahui-Nya,
mereka niscaya menolak-Nya dalam penampakan-Nya kepada
mereka. Diperlukan bagi orang beriman agar cahaya
imannya membawanya kepada apa yang telah membawa Musa
a.s. ketika ia bertanya: Ya Tuhanku, tampakkan diri-Mu
kepadaku agar aku dapat melihat-Mu (Q., s.
al-A'raf/7:143).
Apa yang dikritik Ibn 'Arabi dan para sufi lainnya
bukan intelek dalam pengertian akal, tetapi salah satu
di antara fakultas (quwwah) dibawah kekuasaan akal.
Kekuatan itu disebut daya pikir (quwwah mufakkirah).
Tidak mungkin kita mengulas epistemologi Ibn 'Arabi di
sini, baik karena keterbatasan waktu maupun karena
sudah adanya tulisan orang lain yang lebih lengkap.
Tetapi secara singkat bisa kita katakan, bahwa Ibn
'Arabi menyatakan bahwa pengetahuan tentang Tuhan
hanya dapat diperoleh bila intelek dihadapkan kepada
hati dan mengambil pelajaran dari hati.

Sekali intelek diyakinkan tentang perlunya mengambil
pelajaran dari hati, manusia memulai kelahiran baru
dalam perjalanan panjangnya. Ia akan beristirahat di
tempat tinggalnya, berhenti di daerah-daerah pedesaan,
merasakan situasi baru setiap saat, menunggu dengan
penuh gairah apa yang bakal datang, tetapi ia tidak
akan pernah sampai, karena pengetahuan tidak punya
akhir dan tidak ada batasnya.
Pengetahuan yang diperoleh melalui hati adalah
pengetahuan yang sejati. Pengetahuan ini tidak
didasarkan pada pendefinisian Tuhan, tetapi pada
penyaksian Tuhan. Dalam istilah al-Qur'an, pengetahuan
ini disebut pertemuan (liqa'). Bersama Ibn 'Arabi,
al-Ghazali, al-Nasafi, dan tokoh-tokoh sufi lain
sepanjang zaman kita diberi petunjuk bagaimana sampai
kepada Pertemuan Agung ini.

Sebelum saya mengakhiri makalah ini dengan petunjuk
Ibn'Arabi dalam Risalah al Anwar fi ma Yumnah
al-Khalkwah min al-Asrar, saya tergoda untuk mengutip
al-Syaykh Ahmad Rifa'i al-Husayni, tokoh sufi yang
hidup pada abad keenam Hijriyah:

Kebanyakan orang mengetahui Tuhan melalui berita
tentang Tawhid yang dibawa dari Nabi Muhammad s.a.w.
Mereka membenarkannya dengan hati, mengamalkannya
dengan tubuh, tetapi mengotori diri mereka dengan dosa
dan maksiat. Maka hiduplah mereka di dunia dalam
kebodohan dan kekurangan. Mereka berada dalam bahaya
besar kecuali yang disayangi oleh Yang Pengasih dari
segala yang mengasihi.
Lebih tinggi dari itu, ada sekelompok manusia yang
mengenal Tuhan dengan pembuktian. Mereka adalah ahli
pikir, nalar, dan akal. Mereka meyakini tawhid
berdasarkan dalil, ayat-ayat, dan tanda-tanda
ketuhanan. Mereka mengetahui yang gaib atas dasar yang
konkret. Mereka meyakini kebenaran dalil. Mereka
berada pada jalan yang benar, hanya saja, mereka
terhalang tirai dari Allah Ta'ala dengan perhatian
mereka kepada dalil-dalil mereka.

Ahli ma'rifat khusus mengetahuinya dengan keyakinan
yang paling utama. Mereka tenteram dalam pengetahuan
mereka. Tidak merisaukan mereka dalil. Tidak
memalingkan mereka sebab. Dalil mereka Rasulullah
s.a.w. Iman mereka al-Qur'an. Cahaya mereka menerangi
di hadapan mereka.

Barangsiapa yang mengenal Allah Ta'ala berdasarkan
berita maka ia seperti saudara-saudara Yusuf ketika
mengetahui rupanya tapi tidak menyadarinya, sehingga
mereka dipermalukan di hadapannya, ketika mereka
berkata: jika ia mencuri maka sesunggulmya saudaranya
telah mencuri pula sebelum itu (Q., s. Yusuf/12:77).

Barangsiapa yang mengenal Tuhan dengan dalil maka ia
seperti Ya'qub a.s. ketika tahu bahwa Yusuf masih
hidup, sehingga bertambah-tambah tangisan dan
penderitaannya, sehingga ditanggungnya berbagai bala
sampai putih matanya karena kesedihan, karena tahu
bahwa Yusuf masih hidup dan karena rindu untuk
berjumpa dengannya. Ia berkata: Pergilah selidiki
keadaan Yusuf, aku sudah mencium bau Yusuf. Karena
ucapannya itu, orang-orang yang tidak tahu berkata;
Demi Allah sesungguhnya engkau dalam kesesatanmu yang
terdahulu (Q.,s.Yusuf/12:59). Mereka berkata: Demi
Allah, senantiasa kamu mengingat Yusuf sehingga kamu
mengidap penyakit yang berat atau termasuk orang-arang
yang celaka (Q., s. Yusuf/12:85).

Perumpamaan orang yang mengenal Tuhan melalui Tuhan
adalah seperti Bunyamin yang diambil Yusuf untuk
dirinya. Yusuf berkata: "Saudaraku, apakah kamu ingin
menyaksikanku atau kembali kepada bapakmu?" Ia
berkata: "Aku ingin menyaksikanmu". Yusuf berkata:
"Jika kamu menginginkan aku, bersabarlah atas
ujianku". Ia berkata: "Aku siap, karena engkau akan
kupikul segala bencana asalkan aku tinggal bersamamu
dan tidak berpisah denganmu". Kemudian Yusuf
mengeluarkan gandum dari kantong Bunyamin dan menuduh
saudaranya mencuri. Seluruh penduduk kola mengecam dan
mengejek Bunyamin. Saudara-saudaranya
mempersalahkannya. Tetapi ia sendiri bergembira,
tertawa dalam kesendiriannya. Ia tidak takut pada
ejekan orang-orang yang mengejek. Inilah perumpamaan
ahli yaqin dalam pengetahuan mereka tentang Tuhan.

Tuesday, February 06, 2007

Tarif PDAM Kota Malang

Kejutan 2007 : Kenaikan Tarif PDAM Kota Malang

Bagi sebagian warga Malang, kejutan awal tahun 2007 telah tiba : kenaikan tarif PDAM yang konon mencapai 18%. Rencana kenaikan yang pernah beberapa kali muncul di media massa akhirnya ditegaskan oleh anggota DPRD kota Malang dalam sebuah koran. Konon PDAM perlu dana sebanyak 11 milyar untuk membuat jaringan di tiga kelurahan: Tasikmadu, Cemorokandang, dan Madyopuro. Selain itu, PDAM perlu dana pembelian pompa air 1 milyar. Lebih jauh, wakil rakyat itu juga mengisyaratkan tahun 2008 tarif PDAM bakal naik lagi.
Akhirnya, belum hilang kesal akibat kenaikan BBM di awal 2006, minyak tanah yang seringkali langka, serta kebutuhan pokok yang membumbung di awal tahun 2007, kini warga Malang nyata-nyata harus bersiap merogoh kocek lebih dalam untuk membayar PDAM.

Ada beberapa hal yang sebenarnya harus dipikirkan ulang sebelum kenaikan PDAM direalisasikan, terutama dari sisi konsumen.

Pertama, janji peningkatan kualitas pelayanan pasca kenaikan tarif PDAM yang lalu. Seharusnya dikaji apakah peningkatan kualitas pelayanan yang pernah dijanjikan itu benar-benar terealisasi. Perlu diadakan survey oleh tim independen yang benar-benar akurat untuk membuktikan kepuasan pelanggan. Total mati aliran air harus turun dibanding tahun yang lalu. Hasil survey harus diumumkan secara transparan kepada masyarakat. Sebelum janji peningkatan kualitas pelayanan dipenuhi, seharusnya kenaikan tarif PDAM harus ditunda hingga janji yang belum terpenuhi itu benar-benar terealisasi. Berdasarkan pengalaman penulis, banyak keluhan masih dirasakan pelanggan PDAM, seperti air yang mati tanpa pemberitahuan, hingga pusat pengaduan PDAM yang tidak dapat dihubungi setiap saat.

Kedua, apabila kenaikan tarif PDAM digunakan untuk investasi pembangunan jaringan, maka logika umum menyatakan seharusnya tidak dibebankan kepada konsumen. Sebagai sebuah perusahaan, PDAM dapat meminjam dana kepada lembaga keuangan seperti bank. Apabila PDAM sebagai perusahaan tidak memperoleh pinjaman dari bank, maka sesungguhnya kredibilitas PDAM sebagai perusahaan sangat diragukan. Dalam kondisi seperti ini, sudah selayaknya jajaran direksi PDAM dievaluasi.

Ketiga, seringkali alasan kenaikan tarif di Indonesia selalu didasari bahwa harga/tarif masih terlalu murah dan belum menutup ongkos produksi. Pada posisi ini, perusahaan bersifat seperti dewa penolong yang serba sosial. Untuk membuktikan bahwa tarif masih terlalu murah, maka perlu dijelaskan kepada pelanggan berapa tarif yang ideal. Penjelasan tarif tersebut juga harus disertai penjelasan mengenai biaya produksi secara transparan, sehingga tarif ekonomis itu benar-benar tarif `ideal` dan bukan tarif yang mahal akibat inefisiensi PDAM.

Keempat, memang PDAM bukan perusahaan publik. Namun PDAM ialah perusahaan yang melayani masyarakat dan hidup dari tarif yang dibayar oleh masyarakat. Lebih jauh, PDAM ialah satu-satunya penyedia air bersih di kota Malang. Alangkah idealnya jika prestasi atau kinerja PDAM diketahui oleh masyarakat dengan mengumumkan di media massa. Transparansi kerja itu bukan bermaksud untuk menelanjangi PDAM, tapi lebih pada upaya pada mewujudkan budaya kerja yang baik dan pelaksanaan prinsip manajemen bisnis modern.

Empat hal di atas pada dasarnya ialah masukan bagi yang berwenang sebelum benar-benar menaikkan tarif PDAM mengingat kondisi masyarakat sekarang sedang menanggung beban ekonomi yang berat. Kenaikan tarif yang tidak ditetapkan dengan tepat justru kontraproduktif karena dapat berakibat fatal, kenaikan volume pemakaian air ilegal misalnya. Sudah saatnya PDAM kota Malang berubah menjadi perusahaan yang profesional dan modern.

Thursday, September 14, 2006

Untuk Walikota

Pak Wali, Bukannya Masyarakat Belum Tahu !!

Berkaitan dengan rencana pembangunan fly over Ahmad Yani, muncul keberatan dari sebagian masyarakat kota Malang. Alasannya antara lain mengganggu keindahan pemandangan gerbang masuk kota Malang, serta kekhawatiran bawah fly over akan dijadikan tempat tinggal gelandangan, PKL, anak jalanan dan pengemis sehingga potensial menimbulkan masalah sosial Walikota Malang Peni Suparto telah menanggapi keluhan masyarakat tersebut dengan mengucapkan,”Penolakan itu hanya karena masyarakat belum tahu.” (Kompas, 13 juni 2006).
Apa yang diungkapkan walikota tersebut adalah hal yang kurang mengenakkan bagi warga yang dikatakan “belum tahu”. Rasanya golongan masyarakat yang menolak fly over diletakkan lebih rendah dibandingkan masyarakat yang setuju fly over tersebut dibangun. Terlepas dari ada atau tidak oknum yang mendalangi penolakan terhadap fly over, seharusnya pemkot memperhatikan hal-hal berikut dalam menanggapi keluhan masyarakat.
Masyarakat akan merasakan dampak pembangunan fly over dalam jangka panjang.
Masyarakat yang menolak fly over perlu diselidiki apakah benar-benar merupakan masyarakat yang berada di sekitar lokasi akan dibangunnya fly over. Apabila benar merupakan masyarakat setempat, maka sah-sah saja mereka keberatan. Kenyataannya memang bagian bawah fly over di kota-kota besar seperti Jakarta memang menjadi tempat gelandangan dan pengemis dan dapat menimbulkan kerawanan sosial bagi masyarakat sekitar. Kerawanan itu tidak terjadi dalam waktu yang singkat. Penyelesaian kerawanan sosial selalu menjadi permasalahan dalam jangka waktu yang lama.
Masyarakat sekitar jalan A Yani telah mengenal dengan baik perkembangan daerah setempat. Mereka sangat paham perkembangan daerahnya mulai sebelum ada terminal Arjosari, hingga pembangunan terminal, dan sampai kini. Sekarang pertigaan A Yani dan jalan ke arah Terminal Arjosari banyak terdapat pengemis dan pengamen.
Keberatan masyarakat juga didukung akademisi
Seperti dimuat dalam Kompas 13 Juni 2006, pakar transportasi Universitas Brawijaya Prof. Harnen Sulistyo menyatakan bahwa anggaran fly over lebih baik jika dipakai untuk membangun jalan lingkar timur. Harnen bahkan mengkhawatirkan fly over hanya akan menjadi monumen batu. Senada dengan Harnen Sulistyo, DR. Agus Dwi Wicaksono juga menyatakan bahwa pembangunan fly over hanya merupakan solusi jangka pendek. (Kompas, 12 Juni 2006).
Janji pemkot mengawasi perkembangan fly over sulit diterima
Dalam harian yang sama Walikota menyatakan bahwa pemkot akan mengawasi perkembangan fly over, bahkan menargetkan Malang bebas pengemis. Dua hal yang dijanjikan Walikota ini bagi masyarakat sangat sulit diterima. Dalam bentuk apa pengawasan pemkot terhadap perkembangan fly over tidak mudah dipahami. Apalagi menargetkan Malang bebas pengemis. Masyarakat Malang saat ini merasakan bahwa jumlah pengemis di Malang tidak berkurang, bahkan pengemis dengan mudah ditemui di hampir tiap lampu merah sepnjang jalan-jalan utama kota Malang.
Keberatan masyarakat atas pembangunan fly over dapat disikapi secara bijaksana dengan membuka ruang dialog publik yang seluas-luasnya. Di alam demokratis sekarang ini kritik terhadap pemerintah bukan hal yang tabu, bahkan menjadi faktor cek and balance bagi penguasa. Karena itu sebaiknya keberatan masyarakat disikapi salah satunya dengan memberi informasi secara tertulis kepada masyarakat melalui media massa mengenai pertimbangan-pertimbangan sehingga proyek 68 milyar ini harus diwujudkan. Pemkot Malang bisa meniru PT Newmont yang mengiklankan di media massa nasional program-program lingkungan hidupnya ketika kasus buyat sedang santer dibicarakan.
Akan lebih baik lagi jika permasalahan ini dibuka lebar dengan mengadakan dialog publik terbuka yang mengundang representasi masyarakat sekitar proyek fly over. Dengan demikian prinsip keterlibatan masyarakat dalam penyelenggaraan jalan telah dilaksanakan.

PILKADA

PILKADA : ANTARA SEKS DAN POLITIK

Semenjak reformasi digulirkan pada 1998, di kalangan media (dan juga masyarakat) ditemukan dua pintu kebebasan yang luas: kebebasan seks dan kebebasan politik. Setelah kira-kira 32 tahun dibelenggu, era kebebasan politik-pun tiba. Partai politik bertumbuhan bak cendawan di musim hujan, berita-berita penyelewengan oleh pejabat menjadi santapan pers, forum-forum mimbar bebas dibuka dimana-mana, dan yang paling penting tiap orang boleh berkomentar tentang apa saja. Seolah tidak ada lagi momok yang ditakuti.
Kebebasan seks di media terlihat jelas sejak SIUPP dinyatakan tidak diperlukan lagi. Tabloid, majalah dan koran yang bergambar aduhai dengan mudah ditemui di pinggir-pinggir jalan. Di dalamnya, foto model dengan pakaian superminim mencantumkan alamat rumah, nomer telpon, bahkan nomer hp-nya. Para model seakan-akan bukan lagi sekedar “menampakkan diri” tetapi sudah pada taraf “menjual diri”. Gambar porno (bahkan gambar manusia yang sedang berhubungan intim) dengan sensor seadanya menjadi menu yang biasa.
Mengapa seks dan politik ? Kiranya demikianlah manusia. Makhluk yang satu ini ditakdirkan punya nafsu yang hebat : nafsu materi (harta-tahta) dan biologis (wanita). Setiap kegiatan manusia tampaknya amat lekat dengan dua hal ini. Di masjid contohnya, bukan tak jarang terjadi intrik politik sekedar untuk menjadi pimpinan takmir. Dan kini juga seringkali pendirian masjid, panti asuhan, atau lembaga kemanusiaan dikaitkan dengan kepentingan partai politik tertentu.
Tentang seks, ribuan judul film atau sinetron yang tiap hari muncul di pesawat televisi lewat stasiun TV dan VCD ternyata tidak luput dari pameran aurat. Bahkan beberapa waktu lalu di Indonesia sempat booming film seks, yang kalau disimak judulnya ternyata bukan main joroknya ! Sangat jelas bahwa dari judulnya saja film “kacangan” itu hanya dibuat-buat demi pemuas nafsu syahwat dan samasekali bukan demi perkembangan seni. Akhir-akhir ini juga ramai ditayangkan acara yang membahas seks secara terbuka. Hampir semua stasiun TV mempunyai jatah waktu untuk acara semacam ini.
Lantas, apakah seks dan politik itu terlarang ? Tentu tidak. Pendidikan seks sejak dini perlu diberikan sesuai dengan umur anak dengan tujuan menghindari seks menyimpang. Bahkan nabi Muhammad juga mengajari pengikutnya mengenai hubungan suami istri yang diridloi Tuhan. Seks adalah naluri karunia Tuhan yang sebenarnya merupakan nikmat yang tiada tara. Namun, rambu-rambu mengenainya sangat jelas. Dengan mengikuti ajaran nabi seks menjadi masalah yang sangat santun, personal, indah, bahkan sakral.
Politik kekuasaan juga ada batasannya. Al Ghazali, sufi kenamaan itu mengajarkan : “Allah memilih dari hamba-hamba-Nya menjadi penguasa, agar mereka dapat menjaga umat manusia dari sikap permusuhan antara sebagian mereka dengan sebagian yang lain dan di mana kekuatan mereka menjadi bumerang kehancuran”. Musyawarah dan demokrasi adalah sebuah simbol mengenai bagaimana membangun sistem politik yang baik. Kiranya dengan mengikuti aturan main yang telah jelas itulah politik akan membawa manusia menjadi penguasa yang adil.
Bertentangan dengan itu semua, seks yang tidak beradab ternyata saat ini tumbuh subur. Selain di lokalisasi, masih ditemui bisnis seks liar dengan berbagai macam kedoknya : misalnya warung remang-remang, panti pijat atau diskotik . Dan dari ketidakberadaban seks itulah akhirnya muncul penyakit AIDS, sipilis, raja singa, dan lain –lain.
Bagaimana dengan politik ? Ternyata politik punya sisi gelap pula. Money politics menjadi santapan para politisi. Berita mutakhir suap yang melanda KPU dan parlemen sangat memprihatinkan. Belum lagi kebiasaan saling hujat –bahkan dengan kata-kata yang tidak sopan- dilontarkan politisi dan didengar rakyat langsung lewat media massa. Perkelahian antar anggota DPR terjadi di pusat dan beberapa kasus serupa muncul di daerah.
Kini ada “era politik” baru : yaitu pilkada. Ratusan kepala daerah (baik propinsi maupun kota/kabupaten) akan dipilih diseantero negeri ini. Termasuk juga di Malang Raya. Pilkada ini sangat penting karena mempengaruhi hajat hidup warga masyarakat. Selama beberapa tahun ke depan, nasib rakyat ditentukan oleh oilkada. Pilkada akan membawa ke dua pilihan : manfaat atau mudharat.
Oleh karena itu, peristiwa poltik yang besar dan kritis ini haruslah menjadi peristiwa politik yang benar-benar bersih. Kalau sampai peristiwa itu ternoda oleh tindakan yang tidak bermoral, maka peristiwa politik itu akan menjadi seperti seks yang tidak bermoral. Tentu semua warga Malang Raya berharap bahwa sistem politik yang dijalankan pada pilkada nanti tidak akan menghasilkan pimpinan yang jelek. Akan tetapi pimpinan yang ideal (mampu membawa kemakmuran) yang diharapkan muncul. Dan jangan lupa : ketika seks biadab akan memunculkan penyakit AIDS, maka politik biadab akan menyebabkan penyakit korupsi, kolusi, dan nepotisme

tentang filsafat

Membuka Cakrawala Ilmu dengan Filsafat
Belajar filsafat kerapkali menjadi momok yang sangat menakutkan bagi sebagian orang. Ketika terdengar kata filsafat (bukan pil syahwat) maka yang terbayang ialah pelajaran bagi orang-orang “nyentrik” –bahkan terkesan kurang kerjaan-, berbelit-belit hingga sukar dimengerti, serta logika yang dibolak-balik.
Memang demikianlah filsafat itu. Filosof (sebutan bagi orang yang berfilsafat) dituntut memiliki rasa ingin tahu yang besar hingga ia ingin tahu hal-hal yang menurut orang-orang biasa (non filosof) tidak perlu dipertanyakan. Dalam berfikir, filosof akan selalu bersifat menyeluruh, mendasar dan spekulatif.
Filosof cenderung tidak melihat pengkotak-kotakan ilmu. Ia tidak puas memandang suatu permasalahan dari satu sisi ilmu semata karena hal tersebut tidak memuaskan pertanyaan-pertanyaannya. Aristoteles, (384-322 SM) dianggap sebagai ahli biologi besar Eropa yang pertama karena penjelasannya mengenai ilmu alam. Di sisi lain, ia juga memberikan penjelasan mengenai politik kenegaraan yang dikenal dengan teori monarki, aristokrasi, dan Aristoteles Polity. Sebuah ilmu akan terus dikait-kaitkan, misalnya dengan ilmu agama, moral, serta ilmu lainnya.
Selain itu, filsafat menuntut pemikiran mengenai hal-hal yang mendasar. Sebuah kebenaran tidak dapat ditelan bulat-bulat tetapi harus terus dikritisi : Mengapa ilmu itu disebut benar ? Bagaimana cara membenarkannya ? Apakah kriterianya tepat ? dan seterusnya. Karena memang tugas utama filsafat adalah menetapkan dasar-dasar yang dapat diandalkan.
Seseorang yang belajar filsafat akan diasah penalarannya. Dengan terasahnya penalaran, maka akan meningkatkan daya analitis dan logika berpikir. Walaupun demikian, penalaran tidaklah memenuhi keseluruhan penyelesaian masalah karena manusia masih mempunyai jalur intuisi dan perasaan.
Filsafat secara keseluruhan mempunyai cabang-cabang : misalnya filsafat pengetahuan, filsafat moral, filsafat seni, metafisika, filsafat pemerintahan, filsafat matematika, dan lain-lain. Hakikat ilmu dibahas dalam filsafat pengetahuan yang akan memberi penjelasan mengenai : Apa yang dikaji pengetahuan ? Bagaimana cara mendapatkan pengetahuan ? Serta untuk apa pengetahuan itu ?
Berangkat dari tiga pertanyaan di atas (yang dikenal dengan ontologi, epistemologi dan aksiologi) maka filsafat akan menyebabkan manusia memahami secara total suatu ilmu pengetahuan. Albert Einstein keberatan jika nuklir dipakai untruk perang karena ia berpendapat pengetahuan tentang nuklir tidak boleh dipakai untuk tujuan membunuh (dalam pandangan moral kemanusiaan). Hal itu pulalah yang dipakai oleh para pemikir masa kini untuk memperdebatkan masalah kloning.
Sejak dahulu sering ditemui benturan antara pemikiran filsafat dan masyarakat, apalagi penguasa. Dengan alasan kebaikan masyarakat, Socrates dihukum mati (ia dianggap merusak pikiran kaum muda). Demikian pula Copernicus dan John Huss. Batasan moral ilmu akan terus menjadi perdebatan seru sepanjang jaman, apalagi percepatan kemajuan ilmu naik sangat cepat pada dua abad terakhir.
Di sisi lain, kerusakan di muka Buni ini juga naik seiring kemajuan ilmu : penggundulan hutan, kenaikan suhu Bumi, limbah industri, dan lain-lain. Dengan adanya dua hal yang bertentangan maka berpikir secara filsafat perlu dikembangkan agar keputusan yang diambil dalam pengembangan ilmu selalu masuk dalam koridor moral kemanusiaan, betapapun sulitnya.“Dan perumpamaan-perumpamaan ini Kami buatkan untuk manusia, dan tiada yang memahaminya, kecuali orang-orang yang berilmu” . QS 29:43.

Wednesday, June 28, 2006

Untuk Renungan

Surat Presiden Iran Mahmoud Ahmadinejad
Kepada Presiden AS George W. Bush *

Tuan George W. Bush, Presiden AS,
Sudah lama saya memikirkan cara untuk menjelaskan berbagai hal yang sudah pasti kontradiktif di pentas internasional dan terus menerus didiskusikan, terutama di forum-forum politik dan mahasiswa. Banyak pertanyaan tak terjawab, sehingga saya terdorong untuk mendiskusikan sebagian kontradiksi dan pertanyaan itu dengan harapan dapat menyediakan peluang untuk melakukan pembenahan.
Mungkinkah para penganut ajaran Nabi Agung Isa al-Masih as menaruh komitmen kepada HAM, menampilkan liberalisme sebagai model peradaban, menyatakan penolakan terhadap proliferasi bom nuklir dan senjata-senjata desktruksi massal, dan mengangkat slogan perang melawan teror, dan pada akhirnya, berjalan menuju penegakan masyarakat yang satu dan universal, sebagaimana masyarakat yang kelak akan dipimpin oleh al-Masih as dan orang-orang bertakwa di muka bumi; tetapi di saat yang sama, mereka menginvasi banyak negara, memusnahkan banyak nyawa, kehormatan, dan harta benda rakyat, menyempitkan peluang, dan membiarkan para penjahat membumi-hanguskan suatu kota kecil atau, misalnya, suatu desa atau kota secara total? Atau hanya lantaran dugaan ada senjata destruksi massal di suatu negara, negara ini lantas diduduki, sekitar 100.000 penduduknya terbunuh, sumber-sumber air, pertanian, dan industrinya musnah, hampir 180.000 pasukan asing ditempatkan di sana, kehormatan rumah-rumah pendudukan dilanggar, dan bisa jadi negara ini lantas terbelakang sampai 50 tahun.
Berapa harga yang harus dibayar? Ratusan milyar USD dari anggaran sebuah negara dan sejumlah negara tertentu lainnya dihamburkan, puluhan ribu pemuda dan pemudi ditugaskan sebagai pasukan pendudukan di tempat yang sangat berbahaya dan jauh dari keluarga mereka, dan kemudian tangan mereka berlumuran darah orang-orang lain? Mereka terpaksa menanggung banyak tekanan mental sehingga sebagian diantara mereka terpaksa bunuh diri. Sebagian dari mereka kembali ke rumah mereka dalam kondisi stres dan terengah-engah menahan penyakit dan penderitaan. Belum lagi sebagian di antara mereka yang tewas dan jenazahnya dikembalikan kepada keluarga mereka.
Di tengah isu senjata pemusnah massal, tragedi itu menenggelamkan bangsa negara yang diduduki dan sekaligus negara yang menduduki. Di kemudian hari terungkap bahwa senjata pemusnah massal yang dijadikan alasan untuk bertindak itu ternyata tidak ada.
Memang, Saddam adalah sosok diktator dan penjahat, tapi perang dikobarkan sebenarnya bukan untuk menggulingkannya. Seperti yang sudah diumumkan, perang itu bertujuan melacak dan memusnahkan senjata pemusnah massal. Jadi, Saddam digulingkan dalam konteks tujuan lain.
Betapapun demikian, masyarakat regional menyambut gembira tergulingnya Saddam. Saya ingin mengingatkan bahwa selama bertahun-tahun memerangi Iran, Saddam didukung oleh Barat.
Tuan Presiden,
Mungkin Anda tahu bahwa saya adalah seorang dosen. Para mahasiswa saya bertanya-tanya kepada saya; dapatkah semua tindakan itu dikompromikan dengan nilai-nilai yang telah disinggung di awal surat ini atau dianggap sebagai aktualisasi ajaran Isa al-Masih as, Nabi Penyeru Perdamaian dan Pengampunan.
Para tahanan yang meringkuk di Guantanamo tidak diproses di pengadilan, hak-hak mereka dinistakan, keluarga mereka tidak diperbolehkan membesuk, dan mereka disekap di kawasan yang asing dan jauh dari negeri mereka. Sama sekali tidak ada pengawasan internasional atas kondisi dan nasib mereka. Tak seorangpun tahu status mereka; tahanan, tawanan perang, tersangka, atau penjahat.
Tim inspeksi Eropa mengkonfirmasikan keberadaan penjara-penjara rahasia di Eropa. Saya tidak dapat mencarikan acuan sistem peradilan apapun untuk aksi penculikan dan penyekapan korbannya di penjara-penjara rahasia. Saya tidak habis berpikir; bagaimana tindakan-tindakan itu dapat dikaitkan dengan nilai-nilai yang telah diungkap di pembukaan surat ini, misalnya dengan ajaran al-Masih as, HAM, dan norma-norma liberal.
Kalangan muda, mahasiswa, dan masyarakat biasa menyimpan banyak pertanyaan tentang fenomena Israel. Saya yakin Anda mengetahui sebagian diantara pertanyaan itu.
Dalam sejarah, banyak negara menjadi obyek aksi pendudukan. Namun, pembentukan suatu negara baru dengan rakyat yang baru pula, menurut saya, adalah fenomena baru yang hanya ada pada zaman kita sekarang. Para mahasiswa saya mengatakan, sampai 60 tahun lalu belum pernah ada negara seperti itu. Mereka menyodorkan peta-peta bumi klasik dan meminta saya untuk berbuat hal yang sama. Kami tidak sanggup menemukan suatu negara bernama Israel.
Saya katakan kepada mereka, coba telaah sejarang Perang Dunia I dan II. Salah seorang mahasiswa saya mengatakan bahwa dalam peristiwa Perang Dunia II yang menjatuhkan puluhan juta korban jiwa, berita seputar peperangan cepat sekali disiarkan oleh berbagai pihak yang terlibat perang. Setelah perang reda, mereka mengklaim bahwa enam juta orang Yahudi tewas. Enam juta orang itu tentu berasal dari dua juta keluarga.
Seandainyapun klaim itu benar, apakah itu dapat dijadikan alasan yang rasional untuk mendirikan negara Israel di Timteng atau mendukung negara seperti ini?
Tuan Presiden,
Anda pasti telah mengetahui bagaimana dan dengan harga apa Israel telah terbentuk, yaitu:
- dengan terbantainya ribuan jiwa,
- dengan membuat jutaan jiwa penduduk asli kawasan itu menjadi pengungsi, dan
-dengan penghancuran ratusan ribu hektar sawah, kebun zaitun, serta penghancuran kota-kota dan tanah-tanah subur.
Tragedi ini ternyata tidak hanya timbul pada masa pembentukan negara itu saja. Sangat disayangkan, selama 60 tahun sejak masa pembentukan itu, berbagai tragedi tersebut terus berjalan dan akan terus berlanjut. Rezim yang dibentuk bahkan tidak memiliki rasa belas kasihan terhadap anak-anak. Rumah-rumah dihancurkan, teror terencana dan terbuka terhadap tokoh-tokoh Palestina digelar, serta ribuan orang-orang Palestina dipenjara. Fenomena ini, pada abad-abad terakhir bisa dikatakan sulit dicari tandingannya, atau malah tidak ada bandingannya.
Pertanyaan besar lainnya yang saat ini mengemuka pada masyarakat dunia adalah: mengapa rezim yang seperti ini masih harus dibela? Apakah pembelaan kepada rezim semacam ini merupakan salah satu ajaran Nabi Isa a.s. atau sesuai dengan nilai-nilai liberalisme?
Apakah memberikan hak untuk menentukan nasib sendiri bagi para pemilik asli tanah Palestina, baik yang tinggal di Palestina maupun di luar; dan baik mereka itu Islam, Yahudi dan atau Kristen, bertentangan dengan demokrasi, hak-hak asasi manusia dan ajaran-ajaran para nabi? Bila tidak bertentangan, mengapa usulan referendum seperti itu tidak pernah disetujui?
Akhir-akhir ini, dengan pilihan rakyat Palestina sendiri, telah terbentuk pemerintahan. Semua pengawas independen mengukuhkan bahwa pemerintah itu sah dipilih oleh rakyat Palestina. Namun tak terduga, pemerintah pilihan rakyat itu malah kemudian ditekan sedemikian rupa agar mereka mengakui eksistensi negara bernama Israel dan tidak lagi meneruskan perlawanan. Mereka dipaksa melanjutkan program pemerintah sebelumnya.
Seandainya pemerintah terpilih itu sejak awal mengumumkan kebijakannya sebagaimana yang diinginkan oleh para penekan, apakah masyarakat Palestina akan memilih mereka? Apakah cara-cara pemaksaan terhadap pemerintah Palestina itu sesuai dengan nilai-nilai yang saya tulis di atas? Demikian pula, masyarakat bertanya-tanya, mengapa setiap resolusi PBB anti Israel yang diajukan ke DK PBB selalu diveto?
Tuan Presiden,
Anda mengetahui bahwa saya hidup bersama rakyat dan punya hubungan dengan mereka. Kebanyakan dari masyarakat Timur Tengah, dengan berbagai cara melakukan interaksi dengan saya. Mereka melihat kebijakan ganda yang ada ini tidak sesuai dengan logika apapun. Bukti-bukti menunjukkan, bagaimana kebanyakan masyarakat di kawasan, dari hari ke hari semakin marah dengan kebijakan yang diambil di kawasn ini.
Saya tidak bermaksud untuk menyampaikan banyak pertanyaan, namun saya ingin menunjukkan beberapa poin yang lain.
Mengapa setiap kemajuan keilmuan dan teknologi di kawasan Timur Tengah dianggap dan dicitrakan sebagai ancaman terhadap rezim Israel? Apakah usaha ilmiah dan penelitian bukan merupakan hak-hak dasar masyarakat?
Anda mungkin memiliki pengetahuan tentang sejarah. Selain pada masa abad pertengahan, pada bagian mana dari sejarah dan di manakah hal itu pernah terjadi, kemajuan ilmu dan teknologi dianggap sebagai sebuah kejahatan? Apakah dengan mengandaikan kemungkinan dipakainya ilmu dan teknologi untuk maksud-maksud militer dapat menjadi alasan untuk menentang ilmu dan teknologi? Bila kesimpulan yang demikian adalah benar, maka seluruh ilmu harus ditentang, bahkan fisika, kimia, matematika, kedokteran, arsitektur, dan lain-lain.
Dalam masalah Irak telah terjadi kebohongan. Hasilnya apa? Saya tidak ragu bahwa semua manusia meyakini bahwa kebohongan adalah hal yang tidak terpuji. Anda sendiri tidak akan senang bila orang lain berdusta terhadap Anda.
Tuan Presiden,
Apakah masyarakat di Amerika Latin memiliki hak untuk mempertanyakan mengapa selalu ada usaha untuk tidak menyetujui pemerintahan terpilih dari rakyat dan pada saat yang sama, adanya pembelaan bagi mereka yang ingin melakukan kudeta terhadap pemerintahan terpilih? Mengapa ancaman selalu diarahkan kepada mereka?
Masyarakat Afrika adalah masyarakat yang punya etos kerja, kreatif, dan memiliki potensi. Mereka dapat berperan penting dalam menjamin kebutuhan dan kemajuan materi dan spiritual masyarakat dunia. Sayangnya, kemiskinan dan kepapaan di sebagian besar Afrika menjadi kendala terbesar bagi mereka untuk dapat memainkan peran penting tersebut.
Apakah mereka berhak untuk mempertanyakan, mengapa kekayaan luar biasa dan barang tambang mereka dijarah, padahal mereka lebih membutuhkannya daripada orang lain? Apakah aksi-aksi semacam ini sesuai dengan ajaran Nabi Isa dan hak-hak asasi manusia?
Masyarakat Iran yang berani dan beriman juga memiliki banyak pertanyaan. Salah satunya terkait dengan aksi kudeta 28 Murdad (19 Agustus) terhadap pemerintahan waktu itu, 52 tahun lalu. Kemudian juga tindakan penentangan terhadap revolusi Islam Iran tahun 1979 dengan menjadikan Kedutaan Amerika sebagai pusat penggulingan revolusi. Dalam hal ini, melalui ribuan lembar dokumen, terbukti bahwa Kedubes AS mendukung para penentang Republik Islam. AS juga mendukung total Saddam Husein dalam perang terhadap Iran, menembak pesawat penumpang sipil Iran, membekukan harta masyarakat Iran, dan kini melontarkan ancaman-ancaman yang semakin meningkat dengan menunjukkan ketidaksetujuan serta kemarahan atas kemajuan ilmu dan teknologi serta nuklir masyarakat Iran. Padahal, semua orang Iran bergembira dengan kemajuan negara mereka dan mengadakan pesta untuk keberhasilan mereka itu. Masih banyak lagi pertanyaan yang semacam ini yang penjelasannya tidak bisa saya cantumkan dalam surat ini.
Tuan Presiden,
Peristiwa 11 September benar-benar merupakan peristiwa yang mengerikan. Pembunuhan terhadap orang-orang tak berdosa di bagian mana saja dari dunia ini selalu menyakitkan dan sangat disayangkan. Pemerintah kami pada waktu itu mengumumkan rasa kebencian terhadap pelaku kejadian dan sekaligus mengucapkan belasungkawa kepada mereka yang ditinggalkan.
Semua negara memiliki kewajiban untuk melindungi jiwa, harta, dan kehormatan rakyatnya. Seperti yang disebut-sebut, negara Anda memiliki sistem keamanan, penjagaan, dan informasi yang luas dan canggih. Bahkan para penentang yang berada di luar negeri pun diburu. Operasi teror 11 September bukan operasi yang mudah. Apakah konsep dan pelaksanaan operasi tersebut dapat bekerja tanpa kerja sama dengan sistem informasi dan keamanan? Bisakah sebuah operasi rumit berlangsung tanpa adanya pengaruh yang luas di dalam sistem keamanan dan informasi dalam negeri? Tentunya ini hanya sebuah kemungkinan dari orang-orang yang berpikiran logis. Mengapa sisi-sisi lain dari kejadian ini tetap misterius? Mengapa tidak ada penjelasan resmi mengenai siapa yang bertanggung jawab atas kelalaian ini? Dan mengapa para pelaku dan mereka yang lalai tidak diumumkan dan dihukum?
Tuan Presiden,
Salah satu kewajiban pemerintah adalah mewujudkan keamanan dan ketenangan kepada rakyatnya. Masyarakat negara Anda dan masyarakat di negara-negara yang bertetangga dengan pusat krisis dunia, selama bertahun-tahun tidak lagi merasakan keamanan dan ketenangan.
Setelah peristiwa 11 September berlangsung, alih-alih munculnya peredaan jiwa dan ketenangan bagi mereka yang terkena musibah, masyarakat Amerika malah menjadi masyarakat yang paling menderita akibat kejadian tersebut. Sementara itu, sebagian dari media Barat malah membesar-besarkan kondisi tidak aman dan senantiasa mengabarkan adanya kemungkinan serangan teroris. Mereka seperti sengaja memelihara keadaan agar masyarakat senantiasa dalam kondisi takut dan khawatir. Apakah ini yang disebut pelayanan terhadap rakyat Amerika? Apakah kerugian yang berasal dari ketakutan dan kekhawatiran itu dapat dihitung?
Coba bayangkan, masyarakat Amerika merasa bakal ada serangan. Di jalanan, di tempat kerja, dan di rumah, mereka selalu merasa tidak aman. Siapa yang dapat menerima kondisi seperti ini? Mengapa media bukannya memberitakan hal-hal yang dapat menenangkan dan memberikan rasa aman, bukannya malah mengabarkan ketidakamanan?
Sebagian berkeyakinan bahwa iklan besar-besaran ini digunakan sebagai fondasi dan alasan untuk menyerang Afghanistan. Bila sudah begini, kiranya baik bila saya berikan sedikit petunjuk terkait dengan media.
Dalam etika dan prinsip-prinsip media massa, penyampaian informasi yang benar dan kejujuran dalam menyebarkan berita adalah prinsip dasar yang manusiawi dan diterima. Saya merasa perlu untuk mengucapkan dan mengumumkan rasa penyesalan yang dalam atas ketiadaan rasa tanggung jawab sebagian media Barat di hadapan kewajiban ini. Alasan asli agresi ke Irak adalah adanya senjata pemusnah massal. Tema ini diulang-ulang sedemikian rupa sehingga masyarakat percaya dan kemudian hal ini menjadi pembenar bagi penyerangan terhadap Irak.
Bukankah kebenaran akan menjadi hilang di tengah situasi atmosfer rekayasa dan berisi kebohongan? Apakah hilangnya nilai kebenaran selaras dengan nilai-nilai yang telah saya tulis di atas? Namun, apakah kebenaran juga akan hilang di sisi Tuhan?
Tuan Presiden,
Di semua negara, masyarakatlah yang menanggung anggaran belanja negaranya sehingga pemerintah dapat melayani mereka. Pertanyaannya di sini, dengan anggaran tahunan ratusan miliar dolar untuk mengirimkan pasukan ke Irak, apa yang didapat oleh masyarakat?
Anda sendiri mengetahui bahwa di sebagian negara bagian AS, masyarakat hidup dalam kemiskinan. Ribuan orang tidak memiliki rumah. Pengangguran adalah masalah besar dan masalah ini kurang lebih terjadi juga di negara-negara lain. Apakah dalam kondisi yang seperti ini pengiriman sejumlah besar pasukan, dan itu pun dengan anggaran luar biasa dari masyarakat, dapat dibenarkan dan sesuai dengan prinsip-prinsip yang telah saya sebutkan sebelumnya?
Tuan Presiden,
Apa yang sudah disebutkan adalah sebagian dari penderitaan masyarakat dunia, dan juga pendeeritaan pada masyarakat di kawasan kami dan masyarakat Anda. Namun maksud utama saya (yang sebagiannya, setidaknya akan Anda benarkan) adalah berikut ini.
Para penguasa memiliki masa tertentu dan tidak selamanya berkuasa. Namun nama mereka akan diingat dan tertulis dalam sejarah. Dan di masa depan, dekat atau jauh, nama dan perilaku mereka pasti akan senantiasa dinilai. Masyarakat di masa depan akan berkata, dalam periode kita ini apa yang telah terjadi.
Apakah untuk masyarakat, kita telah menyiapkan keamanan dan kesejahteraan, ataukah malah ketidakamanan dan pengangguran? Apakah kita hendak mengukuhkan keadilan ataukah hanya mengurus kelompok khusus yang ingin kita lindungi, itu pun dengan harga kemiskinan dan kepapaan sebagian besar masyarakat dunia? Apakah kita akan memilih untuk mengutamakan sekelompok kaum minoritas dengan segala kekayaan, pangkat, dan kepuasan mereka ketimbang kerelaan Tuhan? Apakah kita telah membela hak-hak masyarakat dan kaum miskin ataukah kita tidak memandang sedikit pun kepada mereka?
Apakah kita membela hak-hak manusia di seluruh dunia, ataukah kita malah memaksakan perang dan ikut campur secara ilegal terhadap urusan negara lain; ataukah kita malah membangun penjara-penjara yang menakutkan untuk menempatkan sebagian orang di sana? Apakah kita telah berusaha mewujudkan perdamaian dunia ataukah kita menyebarkan ancaman dan kekerasan di seluruh dunia?
Apakah kita telah berbicara dengan jujur kepada rakyat kita dan masyarakat dunia ataukah kita malah menunjukkan kebenaran yang telah diputarbalikkan? Apakah kita termasuk pembela masyarakat ataukah pembela para penjajah dan penzalim?
Apakah dalam pemerintahan kita, logika, akal, moral, perdamaian, mengamalkan perjanjian, menyebarkan keadilan, melayani masyarakat, kesejahteraan dan kemajuan dan menjaga kehormatan manusia, lebih dipentingkan? Ataukah yang dikedepankan adalah kekuatan persenjataan, ancaman, tidak adanya keamanan, tidak adanya perhatian kepada masyarakat, menahan lajunya kemajuan masyarakat dunia dan merusak hak-hak manusia?
Pada akhirnya, mereka akan menilai, apakah kita masih setia dengan sumpah yang kita ucapkan dalam rangka melayani masyarakat (yang merupakan tugas utama kita) dan menjalankan ajaran-ajaran para nabi, ataukah tidak?
Tuan Presiden,
Sampai kapan dunia akan menanggung beban berat ini? Dengan proses semacam ini, akan ke manakah dunia ini melangkah? Sampai kapan masyarakat dunia harus menanggung beban keputusan-keputusan tidak benar dari para penguasa? Sampai kapan bayang-bayang ketakutan terus membebani masyarakat dunia akibat ditimbunnya senjata pemusnah massal? Sampai kapan darah anak-anak, para wanita, dan laki-laki harus mengalir di atas batu-batu jalanan dan sampai kapan rumah-rumah mereka harus dihancurkan?
Apakah Anda rela dengan kondisi dunia sekarang ini? Apakah Anda berpikir bahwa kebijakan yang telah ada ini dapat berlangsung terus?
Bila saja ratusan miliar dolar yang dipakai untuk membiayai keamanan, pertahanan, pengiriman pasukan, dialokasikan sebagai modal dan bantuan bagi negara-negara miskin, pengembangan kebersihan, pemberantasan berbagai macam penyakit, penghijauan, pengentasan kemiskinan dan kefakiran, penggalangan perdamaian, penghilangkan perselisihan antar negara-negara, eliminasi peperangan antar kabilah dan ras; dapat dibayangkan bagaimana dunia sekarang. Apakah pemerintahan dan rakyat Anda tidak akan merasa bangga dengan situasi seperti itu? Apakah posisi politik dan ekonomi pemerintahan dan rakyat Anda tidak akan semakin kokoh?
Dengan mengucapkan rasa penyesalan penuh, saya harus menyampaikan pertanyaan itu, bukankah terjadi kenaikan tingkat kebencian masyarakat dunia terhadap pemerintah Amerika?
Tuan Presiden, saya tidak bermaksud untuk melukai perasaan seorang pun. Akan tetapi, jika saja hari ini Nabi Ibrahim, Ishaq, Ya'qub, Ismail, Yusuf, dan atau Nabi Isa a.s. hadir di dunia ini dan mereka menyaksikan perilaku semacam ini, apakah yang akan mereka katakan? Apakah dunia yang dijanjikan, dunia yang diliputi oleh keadilan dengan kehadiran Nabi Isa a.s., akan memberikan tempat bagi kita untuk berperan? Apakah mereka akan menerima kita?
Pertanyaan kunci saya di sini, apakah jalan yang lebih baik dalam pergaulan dengan masyarakat dunia tidak ada lagi?
Hari ini di dunia, ada ratusan juta orang Kristen, ratusan juta orang Islam dan jutaan lagi kaum pengikut Nabi Musa a.s. Semua agama Ilahi memiliki satu kesamaan, yaitu kalimat tauhid; yaitu keyakinan akan Tuhan Yang Esa dan selain Dia, tidak ada tuhan lain di dunia ini.
Al-Quran al-Karim menegaskan kalimat yang satu ini, dan ia memanggil semua pengikut agama Ilahi dengan kalimat ini. Allah berfirman:
"Katakanlah: 'Hai Ahli Kitab, marilah (berpegang teguh) kepada suatu kalimat (ketetapan) yang tidak ada perselisihan antara kami dan kalian, bahwa tidak kita sembah kecuali Allah dan tidak kita persekutukan Dia dengan sesuatupun. Tidak (pula) sebagian kita menjadikan sebagian yang lain sebagai tuhan selain dari pada Allah." (Ali Imran: 64)
Tuan Presiden,
Berdasarkan firman Ilahi, kita semua diajak untuk menyembah Allah Yang Esa dan mengikuti utusan-utusan Ilahi.
Penyembahan hanyalah bagi Tuhan Yang Esa, Yang Maha Kuasa dan Berkuasa atas segala sesuatu. Allah Yang Maha Mengetahui hal-hal yang tersembunyi dan yang tampak; yang ada di masa lalu dan masa akan datang. Ia mengetahui apa yang terlintas di benak hamba-Nya dan Ia mencatat amalan mereka. Tuhan Sang Pemilik langit dan bumi dan semua alam di bawah kekuasaan-Nya.
Pengaturan seluruh alam ada di tangan-Nya dan Ia memberikan janji untuk mengampuni dosa-dosa hamba-Nya. Ia penolong mereka yang terzalimi dan Ia menjadi musuh bagi orang-orang yang zalim. Dia Maha Pengasih dan Penyayang. Ia penolong kaum mukminin dan Ia menuntun mereka keluar dari kegelapan kepada keterang-benderangan. Ia mengawasi perbuatan hamba-hamba-Nya. Ia menyeru hamba-Nya untuk beriman dan berbuat baik dan menginginkan agar mereka berperilaku berdasarkan kebenaran. Ia berkehendak agar hamba-hamba-Nya tetap istiqamah dalam kebenaran.
Allah menyeru hamba-hamba-Nya untuk menaati utusan-Nya dan Ia sebagai saksi dan pengawas perbuatan hamba-hamba-Nya. Puncak keburukan terkait dengan orang-orang yang menginginkan kehidupan yang terbatas di dunia ini, mereka yang tidak mengikuti perintah-Nya dan menzalimi hamba-hamba Allah. Adapun puncak kebajikan dan surga yang kekal hanya akan diberikan kepada hamba-hamba-Nya yang bertakwa di hadapan keagungan Ilahi dan tidak mengikuti hawa nafsunya.
Kami yakin bahwa kembali kepada ajaran-ajaran para Nabi adalah satu-satunya jalan menuju kebahagiaan dan kesuksesan. Saya mendengar bahwa Anda adalah seorang penganut Kristen dan percaya pada janji Ilahi akan adanya pemerintahan orang-orang baik di muka bumi.
Kami juga percaya bahwa Nabi Isa a.s. adalah salah satu nabi besar Ilahi. Dalam Al-Quran, Nabi Isa mendapat penghormatan yang luar biasa. Berikut ini adalah ucapan Nabi Isa a.s yang dinukil oleh al-Quran:
"Sesungguhnya, Allah adalah Tuhanku dan Tuhanmu. Maka sembahlah Dia. Ini adalah jalan yang lurus." (Maryam: 36)
Penghambaan dan ketaatan kepada Allah adalah seruan semua para Nabi. Tuhan seluruh masyarakat di Eropa, Afrika, Amerika, dan negara-negara kepulauan, hanya satu, itu adalah Allah yang memberikan hidayah dan menginginkan kemuliaan bagi semua hamba-hamba-Nya serta selalu menghendaki kehormatan bagi umat manusia.
Allah juga berfirman, "Allah Yang Maha Mengetahui dan Tinggi mengutus para Nabi disertai dengan tanda-tanda yang jelas dan mukjizat untuk memberi petunjuk kepada manusia. Pengutusan (para nabi itu) agar mereka menunjukkan tanda-tanda kebesaran Ilahi kepada manusia. Dengan begitu, manusia dapat disucikan dari dosa. Allah mengirimkan kitab dan mizan agar manusia dapat menegakkan keadilan dan dapat meninggalkan orang-orang yang berbuat zalim."
Seluruh ayat-ayat dengan bentuk yang mirip ada dan tersebar di dalam Kitab Suci.
Para Nabi dan utusan Ilahi memberikan janji:
Suatu hari nanti semua manusia akan dibangkitkan di hadapan Allah untuk diperhitungkan amal perbuatannya. Mereka yang berbuat baik akan diantarkan ke surga. Dan mereka yang berbuat buruk akan menanggung perbuatannya dengan menerima siksa Ilahi. Saya berpikir bahwa kita berdua sama meyakini akan hari itu.
Tentunya, perhitungan bagi kita, para penguasa, tidak akan ringan. Hal itu karena kita harus mempertanggungjawabkan kepada masyarakat dan semua orang atas setiap perbuatan kita yang ada hubungannya dengan mereka dan memiliki dampak dalam kehidupan mereka.
Para nabi menginginkan perdamaian, ketenangan berdasarkan prinsip-prinsip penyembahan kepada Allah, serta terjaganya harkat dan martabat manusia bagi seluruh manusia. Bila kita semua meyakini tauhid dan penyembahan kepada Tuhan, keadilan, menjaga harkat dan martabat dan kemuliaan manusia, serta percaya kepada hari akhir, bukankah kita akan bisa menyelesaikan problema dunia sekarang yang diakibatkan oleh jauhnya ummat manusia dari ketaatan kepada Allah dan ajaran-ajaran para nabi?
Apakah keyakinan akan prinsip-prinsip ini tidak memperluas dan menjamin perdamaian, persaudaraan, dan keadilan? Tidakkah justru prinsip-prinsip itulah yang merupakan ajaran tertulis atau tidak tertulis mayoritas masyarakat dunia?
Apakah Anda tidak ingin mengiyakan seruan ini? Tidakkah Anda ingin kembali secara hakiki kepada ajaran-ajaran para Nabi, kepada tauhid dan keadilan, kepada penjagaan terhadap harkat dan martabat manusia, serta kepada ketaatan terhadap Tuhan dan utusan-utusan-Nya?
Tuan Presiden,
Data-data sejarah menunjukkan bahwa pemerintahan yang berada dalam jalur kezaliman tidak pernah bertahan lama. Tuhan tidak menyerahkan nasib manusia di tangan para penguasa zalim. Tuhan tidak membiarkan dunia dan manusia begitu saja. Bukankah sudah banyak kejadian yang bertolak belakang dengan rencana-rencana para penguasa? Kejadian-kejadian sejarah menunjukkan bahwa ada kekuatan misterius di atas segalanya; kekuasaan yang mengatur semua hal di balik semua ini.
Tuan Presiden,
Apakah Anda bisa mengingkari tanda-tanda perubahan di dunia sekarang ini? Apakah keadaan dunia sekarang dengan sepuluh tahun yang lalu dapat disamakan?Perubahan terjadi begitu cepat dan dengan dimensi yang sangat luas.
Masyarakat dunia tidak rela dengan kondisi dunia kini. Mereka tidak percaya dengan janji-janji sebagian penguasa paling berpengaruh di dunia. Sebagian besar masyarakat dunia merasa tidak aman. Mereka tidak setuju dengan berkembangnya kondisi ini, begitu juga dengan perang. Mereka juga tidak setuju dengan kebijakan berstandar ganda.
Masyarakat dunia memprotes munculnya jurang pemisah yang dalam antara mereka yang kaya dan yang miskin; dan antara negara yang sejahtera dan miskin. Masyarakat semakin membenci kebejatan moral yang semakin meningkat. Mayoritas masyarakat di negara-negara dunia merasa tidak puas karena basis budaya mereka terancam dan institusi keluarga menjadi berantakan. Akibatnya, kasih sayang dan cinta semakin luntur.
Masyarakat dunia mulai pesimis memandang PBB. Hal itu dikarenakan hak-hak mereka tidak dipertahankan. Liberalisme dan demokrasi Barat tidak mampu mendekatkan manusia kepada cita-cita mereka dan kedua kata itu kini telah menjadi dua kata yang gagal. Para pemikir dan cendekiawan dunia dengan jelas mendengar suara runtuhnya pemikiran dan sistem liberal-demokrasi.
Hari ini, perhatian masyarakat dunia semakin meningkat kepada sebuah fokus, dan pusat itu adalah Tuhan Yang Esa. Tentunya, masyarakat yang berpegang kepada tauhid dan ajaran-ajaran para Nabi akan dimenangkan atas masalah yang dihadapi.
Pertanyaan penting dan serius saya di sini: Apakah Anda tidak ingin menyertai mereka?
Tuan Presiden,
Mau tidak mau, dunia sedang mengarah pada penyembahan kepada Tuhan dan penegakan keadilan dan kehendak Tuhan akan mengalahkan segala-galanya.
Dan keselamatanlah bagi mereka yang mengikuti petunjuk

Mahmoud Ahmadinejad,
Presiden Republik Islam Iran
Tehran 17-02-1384 HS / 07-05-2006
______________________
* Surat ini diterjemahkan dari dua naskah berbahasa Persia, satu versi Kantor Berita ISNA dan yang lain versi Kantor Berita Fars. Dua versi ini banyak berbeda dari segi susunan kalimat dan pemilihan kosakata, tetapi maksud dan tujuannya tentu sama. 15 Alinea pertama berasal dari ISNA dan selebihnya berasal dari Fars.